Makalah "MORALITAS DAN HUKUM SERTA MANUSIA DAN PANDANGAN HIDUP"

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Hakikatnya manusia adalah makhluk moral. Untuk menjadi makhluk sosial yang memiikikepribadian baik serta bermoral tidak secara sismatis, perlu suatu usaha yang disebut pendidikan. Menurut pandangan humanisme manusia memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya ketujuan yang pasti dan rasional. Manusia dapat mengarahkan, mengatur, dan mengontrol dirinya. Menurut Ki hajar dewantara, pendidikan ialah upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti kekuatan batin:, pikiran intelek:, dan jasmani
Slamet Sutrisno: Perkembangan kepribadian seseorang tidak lepas dari pengaruh lingkungan sosial budaya tempat tumbuh dan berkembangnya seseorang (cultural backround of personality).
Setiap orang pasti akan selalu berusaha agar segala kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi dengan baik sehingga dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Kebutuhan hidup manusia selain ada kesamaan juga terdapat banyak perbedaan bahkan bertentangan antara satu denganyang lain. Agar dalam usaha atau perjuangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tidak terjaditabrakan antara yang satu dengan yang lain dalam masyarakat, maka diperlukan adanya suatu aturan, norma atau kaidah yang harus dipatuhi oleh segenap warga masyarakat. Oleh sebab itu dinegara indonesia, kehidupan manusia dalam bermasyarakat diatur oleh hukum juga diatur oleh norma-norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, serta kaidah-kaidah lainnya. Kaidah-kaidah sosial itu mengikat dalam arti dipatuhi oleh anggota masyarakat di mana kaidah itu berlaku. Hubungan antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya itu saling mengisi. indonesia sendiri, penegakan hukum selalu menjadi suatu kewajiban yang mutlak harus diadakan dalam negara hukum yang berdasarkan Pancasila. Kewajiban tersebut bukan hanya dibebankan pada petugas resmi yang telah ditunjuk dan diangkat oleh Pemerintah akan tetapi adalah juga merupakan kewajiban dari pada seluruh warga masyarakat. Bukan merupakan rahasia umum lagi bahwa kadang-kadang terdapat noda hitam dalam praktek penegakan hukum yang perlu untuk dibersihkan sehingga hukum dan keadilan benar-benar dapat ditegakkan.Sebagai salah satu pilar yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan negara Kesatuan Republik indonesia .

1.2 Rumusan masalah
Adapun dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1.2.1 apakah Hakikat nilai moral dalam kehidupan manusia
1.2.2 apa sajakah problematika pembinaan nilai moral?
1.2.3 apakah pengertian hukum dan manusia
1.2.4 bagaimanakah hubungan hukum dan manusia
1.2.5 apakah pengertian manusia dan pandangan hidup
1.2.6 apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia

1.3 Tujuan Penulisan
Adapun dari rumusan diatas dapat kita ketahui tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1.3.1 Dapat memahami dan mengetahui pengertian hakikat nilai moral dalam kehidupan manusia
1.3.2 Dapat mengetahui dan memahami problematika pembinaan nilai moral
1.3.3 Dapat mengetahui dan memahami pengertian dari hukum dan manusia
1.3.4 Dapat mengetahui hubungan hukum dan manusia
1.3.5 Dapat mengetahui dan memahami pengertian manusia dan pandangan hidup
1.3.6 Dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia

1.4 Manfaat penulisan
Makalah ini dibuat untuk dapat mengetahui dan memahami hukum dan moralitas serta manusia dan pandangan hidup










BAB II
PEMBAHASAN

HAKIKAT NILAI MORAL DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Nilai dan moral sebagai materi pendidikan
Ada beberapa bidang filsafat yang berhubungan dengan cara manusia mencari hakikat sesuatu, salah satu diantaranya adalah aksiologi, bidang ini disebut filsafat nilai, yang memiliki dua kajian utama yang estetika dan etika, estetika berhubungan dengan keindahan, sementara etika berhubungan dengan kajian baik buruk dan bener salah. Pada abad ke-19,meskipun cikal bakal pengkajian keindahan dan kebaikan bisa ditelusuri jauh sebelum hadirnya buku republic karya plato.
Ketika persoalan etika dan estetika ini semakin dieperluas, tentu semakin kompleks, sebab menyentuh hal-hal yang berhubungan eksistensi manusia, apakah jasmaninya, rohaninya, fisiknya, mentalnya, pikirannya bahkan perasaannya. Namun, terma etika pun memiliki makna yang berpariasi bertens(2001, halm. 6) menyebutkan ada tiga jenis makna etika:
Pertama, kata etika bisa di pakai dalam arti nilai-nila dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingka lakunya.
Kedua, etika berarti juga kumpulan asas aau nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode etik.
Ketiga, etika mempunyai arti lagi ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Etika disini artinya sama dengan filsafsat moral.
Dalam bidang pendidikan ketiga pengertian diatas menjadi materi bahasanya, oleh karena itu bukan hanya nilai moral individu yang dikaji, tetapi membahas kode-kode etik yang menjadi patokan individu dalam kehidupan sosialnya, oleh karena itu orang tidak cukup memahami apa yang diyakinin nya tanpa menggunakan aturan main yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat.
Ketika ketiga pengertian etika diatas dikembangkan dalam dunia pendidikan,kecenderungan dan orientasi terhadap persoalan itu akan melibatkan problemmatika metodologis. Perbedaan dan kecenderungan metode yang dipilih lebih sering karena perbedaan maksud yang ingin dicapai, jadi bukan hanya karena ketidaksepakatan makna nilai yang dinakininnya, namun term nilai pun  isa membuatsetiap orang memiliki orientasi serta strategi yang berbeda dalam pengembangan dan pendidikan nilainya.
Nilai moral di antara pandangan objektif dan subjektif manusia.
Nilai erat hubungannya dengan manusia, baik dalam bidang etika yang megatur manusia dalam kehidupan sehari-hari, maupun bidang estetika yang behubungan dengan persoalan keindahan.
Manusia sebagai makhluk yang bernilai akan memakai nilai dalam konteks,  pertama akan memandang nilai sebagai sesuatu yang objektif. Kedua memandang nilai itu subjektif. Oleh karena itu nilai melekat dengan subjek penilai.
Nilai itu objektif dan subjektif bisa dilihat dari dua kategori:
Apakah objek itu memiliki nilai karena kita mendambakannya, atau kita mendambakannya karena objek itu memiliki nilai?
Apakah hasrat, kenikmatan, erhatian, yang memberikan nilai objek, atau kira mengalami preferensi karena kenyataan bahwa objek tersebut memiliki nilai mendahului dan asing bagi reaksi psikologis badan organis kita? ( frondizi, 2001, hlm.19-24 )
Persoalan objektif dan subjektif nilai ini akan sangat erat kaitannya dalam pendidikan tatkala dihungkan dengan isi nilai apa yang harus diajarkan. Individu suka tidak suka, individu harus menerimanya karena itulah nilai yang diturukan dari dunia transenden (dalam bahasa agama diwahyukan) sebagai ide yang mutlak, atau apakah itu harus dicari suatu proses karena sebenarnya individu sebagai makhluk yang bernilai, dan yang paling penting bagaimana indiviu terseut menyadari dengan jelas nilai dirinya.
Nilai di antara kualitas pimer dan kualitas sekunder
Menurut frondizi (2001, hlm.7-10) kualitas dibagi dua:
Kualitas primer, yaitu kualitas dasar yang tanpa itu objek tidak dapat menjadi ada, seperti panjang dan bertanya batu sudah ada sebelum batu itu dipahat (menjadi patung misalnya). Kaulitas primer ini merupakan bagian dari eksitensi objek, objek tidak ada tanpa adanya kualitas primer ini.
Kualitas sekunder, yaitu kualitas yang dapat ditangkap oleh pancaindra seperti warna, rasa, bau, dan sebagainya. Kualitas ini terpengaruh oleh tingkat subjektivitas. Seperti halnya kualitas primer, kualitas sekunderpun merupakan bagian dari eksitensi atau realitas objek.
Oleh karena itu, sebelum ada penompangnya atau sebelum ada pengembangannya, atau lebih sebelum ada objek yang ditempati, nilai hanyalah merupakan “kemungkinan”, nilai tidak memiliki eksitensi yang riil, karena nilai merupakan sifat dan kualitas. Oleh karena itu pula nilai-nilai bersifat parasitis. Dengan, demikian pertanyaan mendasar yang harus diajukan adalah: apakah nilai sebagai mendekati kualitas sekunder? Yang jelas nilai bukan kualitas primer maupun bukan kualitas sekunder, kualitas nilai adalah nilai.
2.1.4 Metode menemukan dan hierarki nilai dalam pendidikan
Nilai berhubungan erat dengan kegiatan manusia menilai. Menilai berarti menimban, yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, yang selanjutnya diambil suatu keputusan. Oleh karena itu, nilai itu memiliki polaritas dan hierarki, yaitu:
Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek bernegatif yang sesuai (polaritas) seperti baik dan buruk, keindahan dan kejelekan.
Nilai terususn secara hierarkis, yaitu hierarki urutan pentingnya.
Namun,meskipun nilai ada aspek negatifnya tidak berarti meniadakan nilai, akan tetapi bila ada nilai yang baik tentu ada lawannya yaitu nilai buruk. Misalnya, nilai religious penting dari pada nilai keindahan.
Berbeda dengan pendapat di atas, adalah pendapatanya Nicholas Rescher (1969,hlm.14-19) yang menyatakan adanya 6 klafikasi nilai, yaitu klasifikasi nilai yang didasarkan atas:
Pengakuan, yaitu pengakuan sibuk tentang nilai yang harus dimiliki seseorang atau suatu kelompok, misalnya nilai profesi, nilai kesukuan atau nilai kebangsaan.
Objek yang di permasalahkan, yaitu cara mengeevaluiasi suatu opjek dengan berpdoman pada sifat tertentu.
kueuntungan yang diperoleh yaiktu menurut keinginan, kebutuhan, kepentingan atau minat sesorang yang diwujudkan dalam kenyataan.
Tujuan yang akan dicapai yaitu berdasarkan type tujuan sebagai reaksi keadaan yang dinilai contohnya akreditasi.
Adnya Hubungan antara pengembangan dan keuntungan
Hubingan yangn dihasilkan nilai itu sendiri dengan yang lebih baik.
Pengertian Nilai
Menurut beberapa ahli tentang pengertian nilai adalah
Menurut cheng(1955);nilai merupakan sesuatu yang potensial, dalam arti terdapatnya hubungan yang harmonis dan kreatif,,sehingga berfungsi untuk menyempurnaan manusia,sedangkan kualitas merupakan aribut atau sifat yang seharusnya dimiliki.(dalam lasyo,1999hlm.1)
Menurut lasyo (1999,hlm.9) sebagai berikut; nilai bagi manusia merupakan  landasan motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatan
Mnurut Arthur w.comb; nilai adalah kepercayaa-kepercayaan yang digeneralisir yang berfungsi sebagai garis pembingbing untuk menyeleksi tujuan serta perilaku yang akan di pilih di capai.(dalam kama A. Hakam, 2000, hlm. 45).
Upaya mereduksi nilai dengan kondisi psikologi terjadi apabila nilai dihubungkn dengan hal-hal sebagai berikut:
Sesuatu yang menyenagnkan atau kenikmatan.
Identic dengan yang diingnkan
Merupakan sasaran perhatian.
2.1.6  Makna nilai bagi manusia
Dalam bidang filsafat, upaya untuk mengisi pemikiran yang tidak atau belum dilakukan oleh orang lain adalah biasa, upaya itu dilakukan dalam rangka mengisi ruang – ruang kosong agar mencapai kesempurnaan.
problematika pembinaan nilai moral
Pengaruh kehidupan keluarga dalam pembinaan nilai moral
Kehidupan modern sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi menghasilkan berbagai perubahan, pilihan dan kesempatan, tetapi mengandung berbagai risiko akibat kompleksitas kehidupan yang ditimbulkannya. Salah satu kesulitan yang ditimbulkan adalah munculnya “nilai-nilai modern” yang tidak jelas dan membingungkan anak (individu)
Robert Heilbroner (1974, hlm. 15) menyatakan bahwa:
Banyak kegelisahan dan kegetiran generasi pertengahan abad yang akan datang yang nyata-nyata karena ketidakcakapan untuk menyampaikan nilai pada remaja. Kejadian ini lebih banyak terjadi pada pendidikan moral melebihi transmisi nilai dari suatu generasi berikutnya, proses kejadiannya diperhambat oleh lemahnya struktur keluarga. Keluarga modern Amerika (mungkin juga di kota-kota besar di Indonesia.
Pengaruh teman sebaya terhadap pembinaan nilai moral
Sebagai makhluk sosial, anak pasti punya teman, dan pergaulan dengan teman akan menambah pembendaharaan informasi yang akhirnya akan memengaruhi berbagai jenis kepercayaan yang dimilkinya. Kumpulan kepercayaan yang dimiliki anak akan membentuk sikap yang mendorong untuk memilih atau menolak sesuatu. Sikap-sikap yang mengkristal pada diri anak akan menjadi nilai dan nilai tersebut akan berpengaruh pada perilakunya.
“Masalahnya hampir tidak ada seorang pun yang memandang pentingnya membantu anak untuk menghilangkan kebingungan yang ada pada pikiran atau kepala mereka. Hamper tdak ada seorang pun yang memadang penting membantu anak untuk memecahkan dan menyelesaikan pemikiran yang memusingkan tersebut.” (Rah, 1977, 20)
2.2.3 Pengaruh media komunikasi terhadap perkembangan nilai moral
Pada akhir abad ke-20, alat-alat komunikasi yang potensial telah diperkenalkan kedalam ritualit kehidupan keluarga. Pertama kali telepon, lalu disusul dengan radio dan setelah perang dunia II datanglah televisi.Mereka yang menangani pemprograman mulai mengembangkan sesuatu yang dianggapnya dapat menarik dan menyenangkan anak anak.
Namun media-media tersebut justru menyungguhkan berbagai pandangan hidup yang sangat vatiatif pada anak. Hasilnya sangat dramatis mulai dari radio, film, televisi,VCD,majalah, anak-anak jadi terbiasa melihat dan menyimak pandangan hidup yang bervariasi bahkan banyak diantara pandangan dan nilai kehidupan tersebut dalam kehidupan keluarga tidak akan mereka temui. sekarang persoalan pornografi,seksualitas, dan kekerasan disungguhkan secara terbuka.
2.2.4 Pengaruh otak atau berpikir terhadap perkembangan nilai moral
Menurut Rath, (1997, hlm. 68)
“Pengalaman itu memberikan konstribusi yang signifikan terhadap proses kematangan, dengan demikian guru, pendidik dapat dan harus membingbing anak melalui proses yang kontinu melalui pengembangan situasi yang bermasalah yang memperkaya kesempatan berpikir dan memilih. Melalui lingkungan seperti ini, anak akan berpikir, lebih menyadari alternative dan lebih menyadari konsekuensinya.”
Atas dasar argument di atas, maka Kant menganjurkan tujuan pendidikan sebagai berikut:
1. Untuk mengajarkan proses dan keterampilan berpikir rasional
2. Untuk mengembangkan individu yang mampu memilih tujuan dan keputusan yang baik secara bebas. (kama, 2000, hlm. 61)
2.2.5 Pengaruh informasi terhadap perkembangan nilai moral
Setiap hari manusia mendapatkan informasi, informasi ini berpengaruh terhadap system keyakinan yang dimiliki oleh individu, baik inormasi itu diterima secara keseluruhan, diterima sebagian atau ditolak semuanya, namun bagaimanapun informasi itu ditolak akan menguatkan keyakinan yng telah ada pada individu tersebut.
Informsi baru yang dihasilkan, (yang dapat mengubah keyakinan, sikap, dan nilai) sangat tergantung pada actor-faktor sebagai berikut:
a. Bagaiman informasi itu diperkenalkan (proses input)
b. Oleh siapa informasi itu disampaikan (hal ini berhubungan dengan kredibilitas si pembawa informasi)
c. Dalam kondisi yang bagaimana informasi di sampaikan atau diterima.
d. Sejauh mana tingkat disonansi kognitif yang terjadi akibat informasi baru tersebut (yaitu tingkat dan sifat konflik yang terjdi dengan keyakinan yang telah ada)
e. Level penerimaan individu yaitu motivasi individu untuk berubah
f. Level kesiapan individu untuk menerima informasi baru serta mengubah tingkah lakunya (tahap kematangan individu serta kekayaan pengalaman masa lalunya). (kama, 2000, hlm. 19).
2.2.6 Pengaruh figur otoritas terhadap perkembangan nilai moral individu
      Pengaruh figur otoritas terhadap perkembangan nilai moral individu
Masalah hampir tidak ada seorangpun yang memandang pentingnya membantu anak untuk menghilangkan kebingungan yang ada pada pikiran mereka. Hampir tidak ada seorangpun yang memandang penting membantu anak untuk memecahkan dan menyelesaikan pemikiran yang memusingkan tersebut. Figur otoritas seperti presiden, pejabat, anggota DPR, para artis dan lain-lain harus memberi contoh yang baik dalam kehidupan.
2.3 MANUSIA DAN HUKUM
Manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang selalu berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Dalam konteks itulah perlu adanya keteraturan sehingga setiap individu dapat berhubungan harmonis dengan individu lain disekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan tersebut diperlukan aturan yang disebut hukum. Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau diluar masyarakat. Maka; manusia-masyarakat-dan hukum merupakan pengertian yang tidak dapat dipisahkan, sehingga pomeo “Ubi Societas Ibi Ius” (dimana ada masyarakat disana ada hukum) adalah tepat.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan, ada yang menyatakan kepastian hukum, dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan masyarakat, tujuan hukum yang utama dapat direduksi untuk ketertiban (order). Mochtar Kusumaatmadja, menyatakan “Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum, kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur, ...., ketertiban sebagai tujuan utama hukum, merupakan fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya.”
Dahlan Thaib mengatakan bahwa, “Hukum itu sungguh-sungguh hukum apabila benar-benar dikehendaki diterima oleh kita sebagai anggota masyarakat; apabila kita juga betul-betul berpikir demikian seperti yang dirumuskan dalam undang-undang, dan terutama juga betul-betul menjadi realitas hidup dalam kehidupan orang-orang dalam masyarakat”. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan “Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut.” 
2.4 HUBUNGAN HUKUM DAN MORAL
Antara hukum dan  moral terdapat hubungan yang erat sekali , ada pepatah roma yang mengatakan “ Quid leges sine moribus?” apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas? Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa moralitas.oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang immoral harus diganti. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya angan-angan saja, kalau tidak diundangkan atau lambangkan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas. Meskipun tidak semua harus diwujudkan dalam bentuk hukum, karena hal itu mustahil. Hukum hanya membatasi diri dengan mengatur hubungan antar-manusia yang relavan.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya “ mungkin “ ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dengan moral.
Namun demikian perbedaan hukum dengan moral tetap jelas, setidaknya seperti diungkapakan oleh K. Bertens yang menyatakan bahwa selain itu ada empat perbedaan antara hukum dan moral yaitu:
Hukum lebih dikodifikasikan dari pada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian dab objektif dibandingkan dengan norma moral, sedangkan norma moral bersifat lebih objektif dab akibatnya lebih banyak “ diganggu “ oleh diskusi ysng mencari kejelasan tentang yang harus dianggap etis dan tidak etis.
Meski hukum dan moral mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian terbesar dapat dipaksakan, pelanggar akan terkena hukumannya. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan , sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas adalah hati nurani yang tidak tenang.
Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara . meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum itu harus diakui oleh negara supaya berlaku sebagai hukum. Moralitas didasarkan pada norma-norma moral melebihi para individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau dengan cara lain masyarakat dapat mengubah atau membatalakn suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.
Sedangkan Gunawan Setiardja, membedakan hukum dan moral  dilihat dari :
Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, consensus, dan hukum alam , sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
Dilihat dari otonominya, hukum bersifat heteronom yaitu datang dari luar diri manusia, sedangkan moral bersifat otonom datang dari  diri sendiri.
Dilihat dari pelaksanaan, hukum secara lahiriah dapat dipaksakan, sedangkan moral secara lahiriah dan terutama bataniah tidak dapat dipaksakan.
Dilihat dari sanksi, sanksi hukum bersifat yuridis sanksi lahiriah , sedangkan sanksi moral berbentuk sanksi kodrati , batinia , menyesal, malu terhadap diri sendiri.
Dilihat datujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan menegara , sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan moral secara objektif tiDak tergantung pada tempat dan waktu.
MANUSIA DAN PANDANGAN HIDUP
2.5.1 PENGERTIAN PANDANGAN HIDUP
Setiap  manusia  mempunyai  pandangan  hidup.  Pandangan  hidup  itu bersifat  kodrati. Karena  itu ia menentukan masa  depan  seseorang. Untuk  itu perlu  dijelaskan  pula apa  arti pandangan hidup.  Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah  menurut  waktu  dan tempat  hidupnya.
Dengan  demikian  pandangan  hidup  itu bukanlah  timbul  seketika  atau  dalam  waktu yang  singkat saja, melainkan  melalui  proses  waktu yang lama dan  terus menerus,  sehingga diakui kebenarannya. Atas dasar ini manusia  menerima  hasil pemikiran  itu sebagai pegangan,  pedoman,  arahan,  atau petunjuk yang disebut  pandangan  hidup.
Pandangan   hidup  banyak  sekali  macamnya   dan  ragamnya,   akan  tetapi  pandangan hidup  dapat  diklasifikasikan   berdasarkan asalnya  yaitu terdiri dari  3 macam  :
Pandangan hidup yang berasal dari agama  yaitu  pandangan  hidup yang mutlak kebenarannya
Pandangan  hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan nonna yang  terdapat  pada  negara  tersebut.
Pandangan  hidup  hasil  renungan  yaitu pandangan  hidup yang  relatif kebenarannya.
Apabila pandangan hidup itu diterima oleh sekelompok orang sebagai pendukung suatu  organisasi,  maka  pandangan  hidup  itu disebut  ideologi.  Jika  organisasi  itu organisasi politik,  ideologinya  disebut  ideologi  politik.  Jika organisasi  itu negara,  ideologinya  disebut ideologi  negara. Pandangan   hidup  pada  dasarnya  mempunyai   unsur-unsur  yaitu  cita-cita,  kebajikan, usaha,  keyakinan/kepercayaan. Keempat unsur ini merupakan satu rangkaian kesatuan  yang tidak terpisahkan.
2.5.2 CITA - CITA
Menurut   kamus  umum  Bahasa  Indonesia,  yang  disebut  cita-cita  adalah  keinginan, harapan,   tujuan  yang  selalu  ada  dalam  pikiran.  Baik  keinginan,  harapan,  maupun   tujuan merupakan   apa  yang  mau  diperoleh  seseorang  pada  masa  mendatang. Dengan   demikian cita-cita  merupakan  pandangan  masa depan, merupakan  pandangan  hidup yang akan datang. Pada  umumnya   cita-cita  merupakan  semacam  garis  linier  yang  makin  lama  makin  tinggi, dengan  perkataan  lain:  cita-cita  merupakan  keinginan,  harapan,  dan  tujuan  manusia   yang makin  tinggi  tingkatannya.
Apabila  cita-cita  itu tidak mungkin  atau belum mungkin  terpenuhi,  maka  cita-cita  itu disebut angan-angan.  Disini persyaratan dan kemampuan  tidak/belum  dipenuhi  sehinga  usaha untuk mewujudkan  cita-cita  itu tidak mungkin  dilakukan.  Misalnya  seorang anak bercita-cita ingin  menjadi  dokter,  ia belum  sekolah,  tidak mungkin  berpikir  baik,  sehingga  tidak  punya kemampuan   berusaha  mencapai  cita-cita.  Itu baru dalam  taraf  angan-angan.
Antara masa sekarang   yang merupakan  realita dengan masa yang akan datang  sebagai ide atau cita-cita  terdapat jarak waktu. Dapatkah seseorang mencapai  apa yang dicita-citakan, hal itu bergantung  dari tiga faktor.
Pertama, manusianya  yaitu yang memiliki  cita-cita
kedua, kondisi yang dihadapi selama mencapai apa yang dicita-citakan, dan
ketiga, seberapa tinggikah cita-cita  yang  hendak  dicapai.
Faktor  manusia  yang mau mencapai  cita-cita  ditentukan  oleh  kualitas  manusianya. Ada orang yag tidak berkemauan, sehingga apa yang dicita-citakan hanya merupakan  khayalan saja. Hal demikian banyak menimpa anak-anak muda yang memang senang berkhayal, tetapi sulit mencapai apa yang dicita-citakan karena kurang mengukur dengan kemampuannya sendiri. Sebaliknya dengan anak  yang  dengan  kemauan  keras  ingin  mencapai apa yang  di cita-citakan, cita-cita merupakan motivasi  atau  dorongan dalam menempuh hidup untuk mencapainya. Cara keras dalam mencapai cita-cita merupakan  suatu perjuangan  hidup yang bila berhasil  akan  menjadikan dirinya puas.
Contoh :
Amir dan Budi adalah dua anak pandai dalam satu kelas, keduanya bercita-cita menjadi sarjana. Amir  anak orang  yang cukup kaya, sehingga dalam mencapai cita-citanya tidak mengalami hambatan. Malahan dapat dikatakan bahwa kondisi ekonomi orang tuanya merupakan faktor yang menguntungkan  atau memudahkan  mencapai cita-cita si Amir.Sebaliknya dengan Budi yang orang tuanya ekonominya     lemah, menyebabkan ia tidak mampu mencapai cita-citanya. Ekonomi orang tua Budi yang lemah merupakan  hambatan bagi  Budi dalam  mencapai  cita-citanya.
2.5.3 KEBAJIKAN
Kebajikan  atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan  kebaikan pada hakekatnya sarna dengan perbuatan  moral, perbuatan  yang sesuai dengan norma-norma   agama dan etika. Manusia  berbuat  baik, karena menurut  kodratnya  manusia  itu baik, mahluk  bermoral. Atas  dorongan  suara hatinya  manusia  cenderung  berbuat  baik.
Manusia adalah seorang  pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan. Kedua unsur  itu terpisah  bila manusia  meninggal.  Karena merupakan  pribadi,  manusia  mempunyai pendapat  sendiri,  ia mencintai  diri sendiri, perasaan  sendiri, cita-cita  sendiri dan sebagainya. Justru  karena  itu, karena  mementingkan diri sendiri, seringkali manusia  tidak mengenal kebajikan.
Manusia merupakan mahluk sosial, contohnya : manusia hidup bermasyarakat,manusia saling membutuhkan, saling menolong,saling menghargai sesama anggota  masyarakat. Sebaliknya pula saling mencurigai, saling membenci, saling merugikan,dan sebagainya.
Untuk melihat apa itu kebajikan, kita harus melihat dari tiga segi, yaitu :
manusia sebagai  mahluk  pribadi.
manusia  sebagai  anggota masyarakat.
manusia sebagai  mahluk Tuhan.
Contoh :
Budi tidak setuju jalan di depan rumahnya diperlebar, karena harus memotong bagian depan rumahnya. Tetapi masyarakat kampung mengusulkan  dan telah disetujui jalan itu harus diperlcbar  demi keamanan. Akhimya karena desakan seluruh warga, dengan sangat terpaksa Budi  menyetujuinya.
Jadi kebajikan itu adalah perbuatan  yang selaras dengan suara hati kita, suara hati masyarakat dan  hukum Tuhan. Kebajikan  berarti  berkata  sopan, santun, berbahasa baik, bertingkah laku baik, ramah tamah terhadap siapapun, berpakaian sopan agar tidak merangsang bagi  yang  melihatnya.
Faktor-faktor yang menentukan tingkah laku setiap orang ada tiga hal:
Pertama faktor pembawaan    (heriditas)  yang telah ditentukan pada waktu seseorang masih dalam kandungan. Pembawaan merupakan  hal yang diturunkan  atau dipusakai  oleh orang  tua. Tetapi  mengapa mereka  yang saudara sekandung  tidak memiliki pembawaan  yang sarna?  Hal itu disebabkan, karena  sel-sel benih  yang mengandung  faktor-faktor  penentu  (determinan)  berjumlah  sangat banyak,  pada saat  konsepsi  saling berkombinasi dengan cara bermacam-macam sehingga menghasilkan   anak  yang  bermacam-macam juga (prinsip  variasi  dalam  keturunan). Namun mereka yang  bersaudara  memperlihatkan kecondongan  kearah  rata-rata,  yaitu  sifat  rata-rata yang dimiliki oleh mereka yang saudara sekandung  (prinsip regresi filial). Pada masa konsepsi atau  pembuahan   itulah  terjadi  pembentukan  temperamen  seseorang.
Faktor  kedua  yang  menentukan tingkah laku seseorang  adalah  Iingkungan (environ­ ment).  Lingkungan   yang  membentuk  seseorang  merupakan   alam  kedua    yang  terjadinya setelah  seorang  anak  lahir  (masa  pembentukan seseorang  waktu  masih  dalam  kandungan merupakan   alam  pertama  ). Lingkungan membentuk  jiwa seseorang   meliputi  lingkungan keluarga,  sekolah, dan masyarakat.  Dalam lingkungan  keluarga orang tua maupun  anak -anak yang  lebih  tua merupupakan   panutan  seseorang,  sehingga  bila yang dianut sebagai teladan berbuat yang baik-baik maka si anak yang tengah membentuk  diri pribadinya  akan baikjuga. Dalarn   lingkungan    sekolah   yang  menjadi   panutan   utama adalah guru, sementara  itu teman-teman sekolah ikut serta memberikan andilnya. Dalam lingkungan sekolah tokoh panutan seorang  anak  sudah  memiliki  posisi  yang  lebih luas dibandingkan   dengan  dalarn  keluarga.
Faktor ketiga yang menentukan  tingkah laku seseorang  adalah pengalaman yang khas yang  pemah  diperoleh.  Baik  pengalaman  pahit yang  sifatnya  negatif,  maupun  pengalarnan manis  yang sifatnya positif. Memberikan pada manusia suatu bekal yang selalu dipergunakan sebagai pertimbangan sebelum   seseorang mengarnbil tindakan. Mungkin sekali  bahwa berdasarkan hati  nurani seseorang mau  menolong   orang  dalarn  kesusahan, tetapi  karena pemah  memperoleh   pengalarnan  pahit  waktu  mau  menolong seseorang sebelumnya, maka niat baiknya itu tertahan, sehingga diurungkan untuk membantu. Belajar hidup dari pengalarnan inilah  yang  merupakan  pembentukan   budaya  dalarn diri seseorang.
2.5.4 USAHA / PERJUANGAN
Usaha/perjuangan  adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Setiap manusia hams kerja  keras  untuk  kelanjutan  hidupnya, Sebagian hidup manusia adalah  usaha/perjuangan. Perjuangan   untuk  hidup,  dan  ini sudah  kodrat  manusia.  Tanpa  usaha/perjuangan,   manusia tidak dapat hidup sempuma.  Apabila manusia bercita-cita menjadi kaya, ia harus  kerja keras. Apabila seseorang bercita-cita menjadi ilmuwan, ia harus rajin belajar dan tekun serta memenuhi semua  ketentuan  akademik.
Dalam agama pun  diperintahkan  untuk kerja keras. Sebagaimana  hadist yang diucapkan Nabi Besar  Muhammad  S.A.W.  yang ditujukan  kepada para pengikutnya:”Bekerjalah    kamu seakan-akan  kamu  hidup  selama-lamanya.   dan beribadahlah  kamu  seakan-akan  kamu  akan mati besok. Allah berfirman  dalarn Al-Qur’an  surat Ar-Ra’du  ayat  II  : “sesungguhnya   Allah tidak  mengubah   keadaan  suatu  kaum,  kecuali jika  mereka  mengubah  keadaan  diri  mereka sendiri”.  Dari haidst dan firman ini dapat dinyatakan  bahwa manusia  perlu kerja keras untuk mempenbaiki   nasibnya  sendiri.
2.5.5 KEYAKINAN / KEPERCAYAAN
Keyakinan/kepercayaan yang menjadi dasar pandangan hidup berasal dari akal atau kekuaasaan Tuhan. Menurut Prof.Dr.Harun Nasution, ada tiga aliran filsafat,yaitu aliran naturalisme, aliran intelektualisme, dan aliran gabungan.
Aliran  Naturalisme
Aliran naturalisme berintikan spekulasi, mungkin ada Tuhan mungkin juga tidak ada Tuhan. Lalu mana yang benar ? Yang benar adalah keyakinan. Jika kita yakin Tuhan itu ada, maka kita katakan Tuhan ada. Bagi yang tidak yakin, dikatakan Tuhan tidak ada yang ada hanya natur.  Bagi yang percaya Tuhan, Tuhan itulah kekuasaan tertinggi. Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan. Karena itu manusia mengabdi kepada Tuhan berdasarkan ajaran-ajaranTuhan yaitu agarma.
      2. Aliran  intelektualisme
Dasar aliran ini adalah logika / akal. Manusia mengutamakan  akal. Dengan akal manusia berpikir.  Mana  yang  benar  menu rut akal  itulah  yang  baik,  walaupun  bertentangan   dengan kekuatan  hati nurani.  Manusia  yakin bahwa dengan kekuatan  pikir (akal) kebajikan  itu dapat dicapai dengan sukses. Dengan akal diciptakan teknologi.  Teknologi adalah a1at bantu mencapai kebajikan  yang  maksimal,  walaupun  mungkin  teknologi  memberi  akibat  yang  bertentangan dengan  hati nurani.     Akal berasal  dan  bahasa  Arab,  artinya kalbu,  yang berpusat  di hati,  sehingga  timbul istilah “hati nurani”,  artinya daya rasa  Di Barat hati nurani ini menipis, justru  yang menonjol adalah  akal yaitu logika  berpikir,  Karena  itu aliran ini banyak  dianut  di kalangan  Barat  di Timur  orang  mengutamakan   hati nurani,yang  baik menurut  akal belurn  tentu  baik  menurut hati nurani.
3. Aliran  Gabungan
Dasar aliran ini ialah kekuatan gaib dan juga akal. kekuatan gaib aninya  kelruatan yang berasal  dan  Tuhan,  percaya  adanya Tuhan  sebagai dasar keyakinan.  Sedangkan  aka! adalah dasar kebudayaan,   yang menentukan  benar  tidaknya  sesuato.  Segala  sesuatu  dinilai  dengan akal,  baik sebagai  logika  berpikir  maupun  sebagai  rasa (hati nurani).  Jadi,  apa yang benac menurut  logika  berpikir juga  dapat diterima  oleh hati nurani.  Apabila aliran ini dihubungkan  dengan pandangan hidup, maka akan timbul dua kemungkinan  pandangan hidup. Apabila keyakinan lebih berat didasarlcan pada logika berpildr, sedangkan  hati nurani  dinomor  duakan,  kekuatan  gaib dari Tuhan  diakui  adanya  tetapi tidak menentukan, dan logika berpikir tidak ditekankan  pada logika berpikir individu, melainkan logika berpikir kolektif (masyarakat),  pandangan hidup ini disebut sosialis.  Apabila dasar keyakinan itu kekuatan gaib dari Tuhan dan akal, kedua-duanya mendasari keyakinan secara berimbang, akal dalam arti baik sebagai logika berpikir maupun sebagai daya rasa (hati nurani), logika berpikir baik secara individual maupun secara kolektif pandangan hidup ini disebut sosialime – religius. Kebajikan yang dikehendaki  adalah kebajikan menurut logika berpikir dan dapat diterima oleh hati nurani, semuanya itu berkat karunia Tuhan.











BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
 Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling menunjang. Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.
Pada hakekatnya pandangan hidup dan manusia itu sangat berkaitan dan sangat dibutuhkan. Karena pandangan hidup merupakan adalah pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan,petunjuk hidup didunia. Pandangan hidup manusia harus direalisasikan dalam hal yang baik dan positif. Hal-hal yang bisa membentuk pandangan hidup manusia  diantaranya faktor kondisi, faktor lingkungan, serta faktor dari dalam diri manusia itu sendiri. Dan unsur-unsur dari pandangan hidup manusia yaitu cita-cita, kebajikan, usaha/pekerjaan dan kepercayaan/keyakinan.
3.2 SARAN
Dengan pembahasan makalah tentang Moralitas dan Hukum serta manusia dan pandangan hidup ini, kita dapat mengetahui pandangan hidup untuk manusia serta berbagai hal serta unsur-unsur pembentuknya. Dan kita bisa mengimplementasikan pandangan hidup tersebutdalam hal positif.
Dalam praktek ketatanegaraan Indonesia dewasa ini, telah banyak orang-orang intelektual seperti para pejabat tinggi Indonesia saat ini. Namun ketika intelektual tersebut tidak diimbangi dengan moralitas maka yang terjadi adalah banyaknya kasus-kasus beramoral seperti korupsi yang menyeret mereka ke dalam pengadilan. Oleh sebab itu, kita sebagai penerus muda yang akan menggantikan posisi pejabat tinggi Indonesia saat ini, sebaiknya mulai berbenah diri, tidak hanya menuntut ilmu saja, namun juga harus diimbangi dengan pendidikan moral agar kelak kita bisa menjadi pemimpin negara yang bermoral. Karena apa artinya hukum jika tidak disertai moralitas. Hukum dapat memiliki kekuatan jika dijiwai oleh moralitas. Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas, hukum tampak kosong dan hampa.



DAFTAR PUSTAKA
Hartono,dan Arnicun Aziz.2008.ILMU SOSIAL DASAR.Jakarta:Bumi Aksara.
Nasution,Albani,dkk.2010.ILMU SOSIAL  BUDAYA.Jakarta:Erlangga.
Rahayu,Sri Ani.2015.ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR.Jakarta:PT.Bumi Aksara.
Sutoyo Mulyawidodo,dkk.2005.ILMU SOSIAL DASAR DAN BUDAYA DASAR.Surakarta:UNS Press.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN TAKSONOMI BLOOM SEBELUM DAN SETELAH REVISI

STRATEGI PEMBELAJARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF

STRATEGI PEMBELAJARAN EKSPOSITORI